Kamis, 09 Juni 2016

Menjaga Prilaku Marah Terhadap Sekitar dan Anak

0


Assallamuallaikum,

Bismillah

Seperti yang kita ketahui bahwa marah adalah ekspresi negativ, dimana ekspresi ini adalah bentuk luapan yang ekspresif berbagai bentuk ekspresi terlontar dari rasa Marah ini, dari yang suara yang keras, gebuk gebuk meja, lempar lempar barang, bahkan sampai membunuh, 

nah mau tau kenapa sih Marah bisa begitu, yuks kita lihat dari sisi Islam dan Kisah Nabi dalam sirahnya,

1. Dipuji oleh Allah SWT
Hal ini berdasarkan dari firman Allah dalam QS. Asy-Syura [42]: 37,“Dan bagi orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf”.
Selain itu,
terdapat juga hadits:
Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia mampu untuk mewujudkannya, Allah akan menyebut dan memujinya pada hari kiamat kelak di hadapan seluruh makhluk, hingga dia diberi pilihan untuk mengambil bidadari mana saja yang ia kehendaki,” (HR. Tirmidzi 2021, Abu Dawud 4777, Ibnu Majah 4186, Ahmad 3/440).
2. Dicintai Allah SWT
Siapa yang tidak ingin dicintai Allah? Setiap manusia pasti mengharapkannya. Orang-orang yang mampu menahannya pasti mendapatkan cinta Allah SWT. Sebagaimana dalam firmannya,
“Yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan,” (QS. Ali Imran [3]: 134).
Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah SAW juga bersabda,
Tidaklah shadaqah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambahkan sifat pemaaf kepada seorang hamba kecuali akan menjadikannya mulia, dan tidaklah seorang hamba rendah hati karena Allah melainkan Allah akan tinggikan derajatnya,” (HR. Muslim 2588, Tirmidzi 2029, Ahmad 2/235, Malik 2/1000, Darimi 1683).
3. Wasiat Rasulullah SAW
Rasulullah menasihatkan dan mewasiatkan kepada seluruh umatnya untuk mampu menahan amarah, sebagaimana dalam sebuah hadits:
Abu Hurairah RA berkata: Ada seseorang datang menemui Nabi SAW seraya berkata: “Wahai Rasulullah, berilah aku wasiat.” Maka Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu marah.” Beliau mengulanginya berkali-kali, dengan berkata: “Janganlah kamu marah,” (HR. Bukhari 6116, Ahmad 2/362).
Al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan: “Orang ini datang menemui Nabi SAW untuk meminta kepada beliau wasiat yang ringkas tetapi mencakup seluruh perangai kebaikan, karena memang dia ingin menghafalnya dan khawatir bila terlalu panjang tidak dapat mencerna wasiat beliau. Nabi SAW mewasiatkannya agar tidak marah dan mengulang wasiat itu berkali-kali, semua ini menunjukkan bahwa marah itu kunci kejelekan dan menahan diri dari marah kunci seluruh kebaikan,” (Jami’ul Ulum wal Hikam 1/362).
4. Termasuk orang yang kuat
Dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan jiwanya ketika marah,” (HR. Bukhari 6114, Muslim 2609).
5. Dijauhkan dari murka Allah SWT
Dari Abdullah bin Amr RA. bahwasanya dia bertanya Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, amalan apa yang dapat menjauhkan aku dari murka Allah?” Beliau menjawab: “Jangan marah!” (HR. Ahmad 2/175).
6. Masuk surga
Abu Darda’ RA berkata: Ada seseorang yang datang menemui Rasulullah SAW dan bertanya: “Wahai Rasulullah, tunjukilah aku sebuah amalan yang dapat memasukkan aku ke dalam surga!” Rasulullah SAW menjawab: “Jangan marah, dan bagimu surga,” (HR. Thabrani, lihat Shahih Targhib 3/46).

Sumber 

Kisah nabi terhadap marah telah banyak yang di jelaskan dari berbagai sirah. 

yuks kita lihat lagi,
“Rasulullah selalu mengambil dan merangkul putranya, Ibrahim, lalu mengecup dan menciumnya.(H.R Muslim).
Anas bin Malik, kalau kebetulan lewat dan bertemu dengan anak-anak kecil, mengucap salam kepada mereka. Dia berkata, “Ini selalu dilakukan oleh Rasulullah.” (H.R. Bukhari)
Aisyah radiyallahu ‘anha berkata, “Sekelompok anak kecil dibawa ke hadapan Rasulullah, lalu beliau berdo’a dan menggendong anak kecil itu. Lalu anak itu pipis membasahi baju beliau. Lalu beliau minta air dan disiramkan ke bajunya.” (H.R. Bukhari) 
 beliau juga suka memberi pelajaran kepada anak kecil. Ibnu Abbas berkata, “Suatu hari aku berada di belakang Rasulullah. Lalu Rasulullah berkata, ‘Hai anak, kuajarkan kamu beberapa kalimat, jagalah Allah maka Dia akan menjagamu. Jagalah Allah maka Dia berada di depanmu. Kalau kamu minta sesuatu, mintalah kepada Allah. Dan jika kamu minta tolong, minta tolonglah kepada Allah.’” (H.R. Tirmidzi)
sumber

Hadits diatas mencerminkan bahwa Nabi tidak marah terhadap sesuatu yang bersifat personnal namun marah apabila pelanggaran terhadap agamanya. 

yuks kita lihat,

Bagaimana Nabi marah, padahal ia sendiri melarang umatnya untuk marah?

Dalam riwayat Abu Hurairah misalnya, Nabi mengatakan, “Orang yang kuat tidaklah yang kuat dalam bergulat, namun mereka yang bisa mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Malik).

Dalam riwayat Abu Said al-Khudri, Rasulullah bersabda, 
“Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridlai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang cepat marah dan lambat meridlai.” (HR. Ahmad).
dan nabi pun Marah, kisah dibawah adalah kisah pada saat usamah membunuh orang yang sudah mengatakan Laa illaha illallah 

Oleh karena itu, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam marah saat mendengar laporan bahwa dalam medan peperangan, Usamah bin Zaid membunuh orang yang sudah mengatakan la Ilaha illallah (tiada Tuhan selain Allah).
Sedang Usamah membunuhnya karena menyangka orang itu melafalkan kalam tauhid hanya untuk menyelamatkan diri. Nabi menyalahkan Usamah dan berkali-kali mengatakan, “Apakah engkau membunuhnya setelah dia mengatakan la Ilaha illallah?” (HR. al-Bukhari)

Raut wajah Nabi berubah karena marah, ketika sahabat merayu agar ia tak memotong tangan seorang wanita yang mencuri. Alasan mereka, ia adalah wanita terpandang dari klan Bani Makhzum, salah satu suku besar Quraisy. 
Nabi tegaskan, “Apakah layak aku memberikan pertolongan terhadap tindakan yang melanggar aturan Allah?” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Di lain waktu, Nabi melihat seorang lelaki memakai cincin emas. Melihat pelanggaran agama itu, Rasulullah marah. Ia lantas mencabut cincin lelaki itu dan melemparkannya ke tanah. 
“Salah seorang di antara kalian dengan sengaja menceburkan diri ke jilatan api dengan menggunakannya (cincin emas, penj) di tangannya,” sabda Nabi (HR. Muslim)

Pada kejadian lain, di pasar Madinah, terjadi perselisihan antara seorang sahabat Nabi dengan pedagang Yahudi. Perselisihan itu sampai membuat si Yahudi bersumpah, 
“Demi Dzat yang telah memilih Musa di antara manusia lainnya.” Ungkapan sumpah ini membuat sahabat Nabi Muhammad itu marah. Ia menampar si Yahudi. “Kamu mengatakan ‘Demi Dzat yang telah memilih Musa di antara manusia lainnya’, sedang ada Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi Wassallam di tengah-tengah kita?” ujarnya.

Orang Yahudi tersebut tak terima dengan perlakuan sahabat Nabi. Ia pun bergegas datang menemui Nabi Muhammad untuk melaporkan kejadian itu. Mendengar aduan itu, Nabi Muhammad marah dan mengatakan, 
Janganlah kalian saling mengunggulkan nabi yang satu dengan lainnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak hanya saat perintah Allah dilanggar, Nabi juga marah bila umatnya tak segera melakukan kebaikan atau menangguhkan sesuatu yang seharusnya diutamakan. Hal itu sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Jarir bin Abdullah yang mengisahkan, 

“Rasulullah Shallahu ‘alaihi Wassallam berkhutbah dan mendorong kami untuk bershadaqah. Namun orang-orang lamban sekali dalam melaksanakan dorongan itu, hingga terlihat raut kemarahan di wajah Nabi.”

Bila harus marah kepada seseorang, Nabi tak langsung menegurnya di depan umum. Nabi tak ingin menjatuhkan harga diri orang yang bersalah itu. Oleh karenanya, ketika ia melihat seseorang mengarahkan padangannya ke atas dalam shalat–dan hal itu dilarang, Nabi menegur perbuatan itu dengan bahasa yang umum. Nabi tidak menyebutkan nama orang yang melakukan hal itu, untuk menjaga perasaannya. Namun Nabi berkhutbah di depan para sahabat, kemudian menyampaikan, 
Apa yang menyebabkan segolongan orang mengangkat pandangannya ke langit dalam shalatnya?” (HR. Bukhari)


Saat marah, Nabi juga tak ‘bermain tangan’ atau menyakiti fisik. Dalam kesaksian sang istri tercinta Aisyah, Nabi tak pernah sekalipun memukul wanita atau pembantu. Bahkan, ia tak pernah memukul apapun, kecuali jika sedang berjihad. (HR. Muslim)

Aisyah menambahkan, Nabi tak pernah membalas dendam pada hal yang ditujukan pada dirinya, kecuali bila kehormatan Allah yang dilanggar. Benang merah yang dapat kita simpulkan, Rasulullah itu bergaul dengan akal, bukan hanya dengan sepengetahuan, atau bahkan perasaannya belaka (baca: Antara Perasaan, Pemahaman, dan Akal)

Senarai riwayat menjelaskan, Rasulullah memang tak pernah marah saat dirinya dilecehkan.

Suatu saat, ia duduk di majelis penuh barakah, dikelilingi para sahabat. Tiba-tiba datang seorang Arab udik. Ia meminta bantuan kepada Rasul untuk membayar kewajiban denda. Setelah memberinya sejumlah harta, dengan lembut Rasul bertanya, “Apakah aku sudah berbuat baik padamu?”
“Tidak, kamu masih belum berbuat baik,” jawab pria itu. “Kamu belum berbuat baik,” tambah dia sekali lagi, seolah memancing kemarahan Nabi. Mendengar itu, amarah sahabat membuncah. Namun dengan tenang Nabi memberi isyarat agar mereka menahan diri.
Selanjutnya Nabi mengajak orang itu masuk ke rumahnya yang terletak di samping masjid. Setelah menambah pemberiannya, Nabi bertanya, “Apakah aku sudah berbuat baik padamu?”
Kini, orang itu menjawab, “Ya, semoga Allah membalasmu, keluarga, dan kerabatmu dengan kebaikan.”
Nabi kagum dengan ucapan terakhir yang menyimbolkan kerelaan itu. Tapi ia khawatir dalam hati sahabatnya masih tersisa ganjalan. Tidak menutup kemungkinan ada di antara mereka melihat orang ini di jalan atau di pasar, dalam kondisi masih menyimpan dendam. Karena itu, ia berpesan, “Dalam hati sahabatku ada sesuatu karena kejadian tadi. Jadi, jika kamu datang kembali, katakan di depan mereka ucapan seperti yang kamu katakan padaku barusan. Sehingga sahabatku tak marah lagi.”

sumber

Yuks kita pilah pilah dalam marah sehingga anak dan sekitar kita mengetahui bahwa marah itu boleh bila itu menyangkut dalam urusan agama dan Allah serta Nabi


Wallahu alam

Luqman






0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com